Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMAP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) menyelenggarakan seminar bertajuk “Learn Your Ecosystem: Sustaining Nature, Securing the Future” di Auditorium Brawijaya UB pada Sabtu (5/10/2024).
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa dan pemuda terkait tantangan lingkungan yang dihadapi saat ini serta peran penting mereka dalam menjaga keberlanjutan alam.
Seminar ini menghadirkan tiga pemateri yang kompeten di bidangnya, yaitu Wahyu Eka Setyawan (Direktur Walhi Jatim), Fariz Pradipta Mursyid (Climate Promise Project, UNDP Indonesia), dan Muhammad Ardiansyah (Duta Lingkungan Jawa Timur, Mahasiswa FISIP UB).
Ketiganya berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai kondisi lingkungan yang semakin mengkhawatirkan dan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.
Wahyu Eka Setyawan dalam pemaparannya menekankan bahwa kerusakan lingkungan terjadi secara perlahan namun nyata.
“Lingkungan yang berubah selalu diikuti oleh hilangnya hal-hal kecil yang sering kita jumpai, seperti penurunan jumlah hewan dan tumbuhan. Banyak spesies yang dulu umum kita lihat, kini hampir tak terlihat sama sekali,” ujar Wahyu.
Wahyu juga menyoroti bahwa perubahan lingkungan berdampak langsung pada kehidupan manusia, seperti penurunan penghasilan, hilangnya mata pencaharian, dan menurunnya kualitas hidup dan kesehatan.
Lebih lanjut, Wahyu menjelaskan pentingnya tiga langkah utama dalam menangani kerusakan lingkungan yaitu Protection (perlindungan), Management (pengelolaan), dan Rehabilitation (rehabilitasi). Menurutnya, ketiga langkah tersebut harus dilakukan secara sinergis untuk memulihkan lingkungan yang telah rusak.
Sementara itu, Fariz Pradipta Mursyid dari UNDP Indonesia menggarisbawahi pentingnya komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca melalui sektor Forest and Other Land Use (FoLU).
“Indonesia berkomitmen untuk mencapai target FoLU Net Sink 2023, di mana sektor kehutanan dan lahan akan menjadi andalan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca,” jelas Fariz.
Ia juga menambahkan bahwa UNDP telah bekerja sama dengan 120 negara untuk mencapai komitmen iklim dengan dukungan dan donor dari negara-negara tersebut.
Fariz juga menyoroti hambatan utama dalam partisipasi pemuda dalam aksi iklim, yaitu kurangnya pengetahuan, keterampilan, serta dukungan finansial dan politik.
“Di parlemen, hanya sekitar 2% anggotanya yang berusia di bawah 30 tahun, sehingga dukungan politik terhadap aksi lingkungan oleh pemuda sangat minim,” ujar Fariz.
Ia pun mengajak para pemuda untuk lebih aktif dalam memperjuangkan isu lingkungan melalui kanal-kanal UNDP Youth yang tersedia, termasuk acara seminar ini dan Official Youtube mereka.
Sesi tanya jawab yang berlangsung interaktif juga menjadi sorotan, terutama saat salah seorang mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP UB, Saldi menanyakan tentang langkah yang harus diambil ketika pemerintah tidak mendukung gerakan lingkungan yang dilakukan oleh para pemuda.