Departemen Sosiologi FISIP UB menyelenggarakan kuliah tamu dan penandatanganan kerjasama dengan Departemen Antropologi Universitas Amsterdam secara daring via Zoom Meeting, Senin (02/12/2024).
Ketua Departemen Sosiologi FISIP UB Prof. Dr. Ali Maksum, M.Ag., M.Si. menyampaikan kerja sama ini membuka kesempatan baru yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Dr. Yatun Sastramidjaja sebagai Associate Professor dari Departemen Antropologi Universitas Amsterdam sekaligus narasumber kuliah pun menyampaikan harapannya agar kegiatan hari ini dapat memantik kerja sama serta diskusi.
Dr. Yatun Sastramidjaja membuka seminar mengenai dampak operasi pengaruh domestik melalui media sosial terhadap pendapat khalayak umum. Dr. Yatun pun memaparkan penelitiannya yang berjudul The Infrastructure of Domestic Influence Operations: Cyber Troops and Public Opinion Manipulation Through Social Media in Indonesia serta manipulasi opini publik melalui media sosial di Indonesia.
Ia memaparkan bahwa selalu terdapat ancaman otoritarianisme digital di Indonesia.
“Keterkaitan kuat antara tiga aspek berikut adalah tanda dari keberadaan otoritarianisme digital. Pertama, aturan mengenai pemanfaatan dunia digital yang represif. Kedua, target pengawas siber yang kuat. Dan ketiga, terdapat operasi pengaruh atau Influence Operations (IO) yang terkoordinasi,” ujarnya.
Berawal dari istilah yang sering digunakan dalam konteks hubungan internasional, Influence Operations (IO) kini kerap digunakan dalam menjelaskan fenomena domestik atau lokal. Dalam konteks tersebut, Influence Operations (IO) dimanfaatkan untuk memengaruhi dan memanipulasi pendapat publik melalui media sosial.
Dr. Yatun juga mengungkapkan bahwa cyber troops, atau yang biasa dikenal sebagai buzzer, dapat terbentuk atas dorongan finansial maupun ideologis. Fenomena buzzer di Indonesia pun mulai timbul sejak pemilihan presiden pada 2014. Sedari itu, tren buzzer mulai berkembang dari polarisasi hingga membentuk branding sosok tertentu.
Selain momen pemilihan, Influence Operations (IO) kini mulai dimanfaatkan untuk menggaet opini publik mengenai kebijakan publik. Salah satu contohnya adalah operasi yang dilakukan untuk meredakan amarah publik atas pengesahan Omnibus Law. Penggunaan tagar pada unggahan melalui media sosial pun menjadi arena pertarungan masyarakat umum dengan para pasukan siber yang tengah memanipulasi opini publik.
“Dampak dari Influence Operations (IO) terhadap demokrasi suatu bangsa yang paling terlihat adalah distorsi pada diskusi publik. Apabila semakin banyak Influence Operations (IO) yang menggiring pendapat publik terhadap sesuatu, maka semakin sedikit diskusi yang terjadi di masyarakat,” tutur Dr. Yatun.
Dr. Yatun pun menutup pemaparan materinya dengan menyampaikan potensi timbulnya kolonialisme digital atas perkembangan teknologi yang dapat memanipulasi aliran informasi dengan penambangan data dan manipulasi algoritma. (Fazlar Razin/Humas FISIP)